Letak Kerajaan
Secara geografis Kerajaan Ternate dan
Tidore memiliki letak yang sangat penting dalam dunia perdagangan pada masa
itu. Kedua kerajaan ini terletak di daerah Kepulauan Maluku.
Pada masa itu, Kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar, sehingga dijuluki sebagai "the Spice Island". Rempah-rempah menjadi komoditi utama dalam dunia pelayaran perdagangan saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang datang ke daerah Timur bertujuan untuk menemukan sumber rempah-rempah. Oleh karena itu/ muncullah hasrat untuk menguasai rempah-rempah tersebut.Keadaan seperti ini, telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
Pada masa itu, Kepulauan Maluku merupakan penghasil rempah-rempah terbesar, sehingga dijuluki sebagai "the Spice Island". Rempah-rempah menjadi komoditi utama dalam dunia pelayaran perdagangan saat itu, sehingga setiap pedagang maupun bangsa-bangsa yang datang ke daerah Timur bertujuan untuk menemukan sumber rempah-rempah. Oleh karena itu/ muncullah hasrat untuk menguasai rempah-rempah tersebut.Keadaan seperti ini, telah mempengaruhi aspek-aspek kehidupan masyarakatnya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
B. Kehidupan Politik
Di Kepulauan Maluku banyak terdapat
kerajaan kecil, di antaranya Kerajaan Ternate sebagai pemimpin Uli Lima, yaitu
persekutuan lima bersaudara dengan wilayahnya mencakup pulau-pulau Ternate,
Obi, Bacan, Seram, dan Ambon. Sementera itu, Kerajaan Tidore memimpin Uli Siwa,
yang berarti persekutuan sembilan bersaudara dengan wilayahnya mencakup
pulau-pulau Makayan, Jahilolo atau Halmahera, dan pulau-pulau di antara daerah
itu sampai dengan Irian Barat.
Ketika bangsa Portugis masuk ke Maluku,
Portugis langsung memihak dan membantu Ternate pada tahun 1521. Hal ini
dikarenakan Portugis mengira Ternate lebih kuat. Begitu pula bangsa Spanyol
yang ketika datang di Maluku langsung membantu Tidore. Terjadilah perselisihan
antara kedua bangsa kulit putih tersebut di daerah Maluku. Untuk menyelesaian
perselisihan kedua bangsa itu, Paus turun tangan dan menen-tukan garis batas wilayah
timur melalui Perjanjian Saragosa. Dalam Perjanjian Saragosa dinyatakan bahwa
bangsa Spanyol harus meninggalkan Maluku dan pindah ke Filipina, sedangkan
Portugis tetap menguasai daerah-daerah di Maluku. Sultan Hairun Untuk dapat
memperkuat kedudukannya di Maluku, Portugis mendirikan benteng yang diberi nama
Benteng Santo Paulo. Namun semakin lama tindakan Portugis semakin dibenci oleh
rakyat dan bahkan oleh para pejabat Kerajaan Temate. Sultan Hairun, penguasa
Ternate, semakin bertambah bend (anti) melihat tindakan-tindakan dan
gerak-gerik bangsa Portugis. Oleh karena itu. Sultan Hairun secara
terang-terangan menentang politik monopoli dari bangsa Portugis.
Sultan Baabullah Dengan kematian Sultan
Hairun, rakyat Maluku di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putra Sultan Hairun),
bangkit menentang Portugis. Tahun 1575 M, Portugis dapat dikalahkan dan diberi
kesempatan untuk meninggalkan benteng.
Pada tahun 1578 M, bangsa Portugis juga ingin mendirikan benteng di Ambon, tetapi tidak lama kemudian bangsa Portugis pindah ke daerah Timor Timur dan berkuasa di sana sampai tahun 1976. Sesudah tahun 1976 wilayah Timor Timur berintegrasi ke dalam wilayah Republik Indonesia hingga tahun 1999. Akan tetapi, setelah melalui jejak pendapat 1999, rakyat Timor-Timur memilih merdeka.
Pada tahun 1578 M, bangsa Portugis juga ingin mendirikan benteng di Ambon, tetapi tidak lama kemudian bangsa Portugis pindah ke daerah Timor Timur dan berkuasa di sana sampai tahun 1976. Sesudah tahun 1976 wilayah Timor Timur berintegrasi ke dalam wilayah Republik Indonesia hingga tahun 1999. Akan tetapi, setelah melalui jejak pendapat 1999, rakyat Timor-Timur memilih merdeka.
C.
Kehidupan Ekonomi
Tanah di Kepulauan maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak
memberikan hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan
pala. Pada abad ke 12 M permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh
merupakan komoditi yang penting. Pesatnya perkembangan perdagangan keluar dari
maluku mengakibatkan terbentuknya persekutuan. Selain itu mata pencaharian
perikanan turut mendukung perekonomian masyarakat.
Bekas Istana Sementara Sultan Ternate.
Pada abad ke-14 M di kawasan Maluku
Utara telah berdiri empat kerajaan terkenal, yaitu Jailolo, Ternate, Tidore,
dan Bacan. Masing-masing kerajaan dikepalai oleh seorang kolano. Menurut cerita
rakyat Maluku, keempat kerajaan tersebut berasal dari satu keturunan, yaitu
Jafar Sadik. Dalam perkembangan selanjutnya, Kerajaan Ternate peranannya lebih
menonjol karena penduduknya bertambah banyak dan berhasil mengembangkan
perdagangan rempah-rempah. Rempah-rempah adalah tanaman yang memiliki zat yang
dapat digunakan untuk member bau atau rasa khusus kepada makanan (menjadi bumbu
masak) dan dimanfaatkan untuk pengobatan serta dapat juga menghangatkan tubuh.
Contoh rempah-rempah, yaitu cengkih dan lada. Pada saat itu, rempah-rempah
umumnya diperlukan bangsa-bangsa Eropa sehingga harganya cukup tinggi dan telah
membuat makmur rakyat di Maluku.
Kemajuan Kesultanan Ternate ternyata
membuat cemburu kerajaan-kerajaan lain di Maluku. Beberapa kali Ternate dan
Tidore, Bacan, dan Jailolo terlibat dalam peperangan memperebutkan hegemoni
rempah-rempah. Akan tetapi, mereka mampu mengakhirinya di dalam perundingan di
Pulau Motir. Dalam Persetujuan Motir ditetapkan Ternate menjadi kerajaan
pertama, Jailolo kedua, Tidore ketiga, dan Bacan yang keempat.
Pada pertengahan abad ke-15 M kegiatan
perdagangan rempah-rempah di Maluku semakin bertambah ramai. Banyak sekali
pedagang Jawa, Melayu, Arab, Cina dan India yang dating ke Maluku untuk membeli
rempah-rempah. Sebaliknya, mereka membawa beras, tenunan, gading, perak, manic-manik,
dan piring mangkuk berwarna biru buatan Cina. Bangsa-bangsa di Maluku amat
membutuhkan barang tersebut, terutama beras karena areal Maluku lebih banyak
digunakan untuk penanaman rempah-rempah daripada penanaman beras.
Kerajaan-kerajaan di Maluku sangat akrab dalam menjalin hubungan ekonomi dengan
para pedagang dari Jawa semenjak zaman Kerajaan Majapahit. Bandar-bandar
seperti Surabaya, Gresik, dan Tuban sering sekali dikunjungi para pedagang
Maluku. Sebaliknya, pedagang-pedagang dari Jawa datang ke Maluku untuk membeli
rempah-rempah. Hubungan kedua belah pihak ini sangat berpengaruh terhadap
proses penyebaran agama Islam ke Maluku.
Di dalam kitab Sejarah Ternate
diterangkan bahwa Raja Ternate yang pertama kali menganut agama Islam adalah
Zainal Abidin (1465-1486 M). Sultan Zainal Abidin semasa belum masuk Islam
bernama Gapi Buta dan setelah meninggal beliau disebut Sultan Marhum. Raja
Tidore yang pertama kali masuk Islam adalah Cirililiyah yang kemudian berganti
nama menjadi Sultan Jamaluddin.
Ketika Ternate di bawah kekuasaan
Sultan Ben Acorala dan Tidore di bawah Sultan Almancor, keduanya berhasil
mengangkat kerajaan menjadi negeri yang sangat makmur dan sangat kuat. Kedua
bangsa ini memiliki ratusan perahu kora-kora yang digunakan untuk berperang
ataupun mengawasi lautan yang menjadi wilayah dagangnya. Di ibukota
Ternate, yaitu Sampalu banyak didirikan rumah-rumah di atas tiang yang
tinggi-tinggi dan keratin yang dikelilingi pagar-pagar. Begitu juga kota di
Tidore yang dikelilingi pagar tembok, parit, benteng, dan lubang perangkap
sehingga sukar untuk ditembus musuh. Ternyata, kemajuan kedua kesultanan
tersebut menjurus kepada perebutan pengaruh dan kekuasaan terhadap daerah di
sekitarnya. Oleh karena itu, dalam abad ke-17 M muncullah dua buah persekutuan
yang terkenal dengan sebutan Uli Lima danUli Siwa. Persekutuan Uli Lima
dipimpin oleh Ternate dengan anggota Ambon, Bacan, Obi, dan Seram. Persekutuan
Uli Siwa dipimpin oleh Tidore dengan anggota yang mencakup Makean, Halmahera,
Kai, dan pulau-pulau lain hingga ke Papua bagian barat.
Kesultanan Ternate mencapai puncak
kejayaan ketika dipimpin oleh Sultan Baabullah, sedangkan Kesultanan Tidore di
bawah pimpinan Sultan Nuku. Persaingan di antara kedua kesultanan tersebut
dimanfaatkan oleh bangsa-bangsa asing dari Eropa terutama Spanyol dan Portugis
dengan cara mengadudombakannya. Tujuannya tidak lain adalah ingin memonopoli
daerah rempah-rempah tersebut.
D. KehidupanSosial
Kedatangan bangsa portugis di kepulauan Maluku bertujuan untuk menjalin perdagangan
dan mendapatkan rempah-rempah. Bangsa Portugis juga ingin mengembangkan agama
katholik. Dalam 1534 M, agama Katholik telah mempunyai pijakan yang kuat di
Halmahera, Ternate, dan Ambon, berkat kegiatan Fransiskus Xaverius.Seperti
sudah diketahui, bahwa sebagian dari daerah maluku terutama Ternate sebagai
pusatnya, sudah masuk agama islam. Oleh karena itu, tidak jarang perbedaan
agama ini dimanfaatkan oleh orang-orang Portugis untuk memancing pertentangan
antara para pemeluk agama itu. Dan bila pertentangan sudah terjadi maka
pertentangan akan diperuncing lagi dengan campur tangannya orang-orang Portugis
dalam bidang pemerintahan, sehingga seakan-akan merekalah yang berkuasa.
Setelah masuknya kompeni Belanda di Maluku, semua orang yang sudah memeluk
agama Katholik harus berganti agama menjadi Protestan. Hal ini menimbulkan
masalah-masalah sosial yang sangat besar dalam kehidupan rakyat dan semakin
tertekannya kehidupan rakyat.
Keadaan ini menimbulkan amarah yang luar biasa dari rakyat Maluku kepada kompeni
Belanda. Di Bawah pimpinan Sultan Ternate, perang umum berkobar, namun
perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh kompeni Belanda. Kehidupan rakyat
Maluku pada zaman kompeni Belanda sangat memprihatinkan sehingga muncul gerakan
menentang Kompeni Belanda.
E.
KehidupanBudaya
Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas perekonomian tampaknya tidak
begitu banyak mempunyai kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam bentuk
kebudayaan. Jenis-jenis kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita
ketahui sejak dari zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate
dan Tidore.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar