Nama ibu kota
Berdasarkan
prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari yang sesungguhnya ialah
Kerajaan Tumapel. Menurut
Nagarakretagama, ketika pertama kali didirikan tahun
1222, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama
Kutaraja.
Pada tahun
1253, Raja
Wisnuwardhana mengangkat putranya yang bernama
Kertanagara sebagai
yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadi
Singhasari. Nama Singhasari yang merupakan nama
ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Maka, Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singhasari.
Nama Tumapel juga muncul dalam
kronik Cina dari
Dinasti Yuan dengan ejaan
Tu-ma-pan.
Awal berdiri
Menurut
Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan
Kerajaan Kadiri. Yang menjabat sebagai
akuwu (setara camat) Tumapel saat itu adalah
Tunggul Ametung. Ia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri yang bernama
Ken Arok, yang kemudian menjadi akuwu baru. Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul Ametung yang bernama
Ken Dedes.
Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel dari kekuasaan
Kadiri.
Pada tahun
1254 terjadi perseteruan antara
Kertajaya raja
Kadiri melawan kaum
brahmana. Para
brahmana lalu menggabungkan diri dengan
Ken Arok yang mengangkat dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar
Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Perang melawan
Kadiri meletus di desa Ganter yang dimenangkan oleh pihak Tumapel.
Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan Tumapel, namun tidak menyebutkan adanya nama
Ken Arok. Dalam naskah itu, pendiri kerajaan Tumapel bernama
Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang berhasil mengalahkan
Kertajaya raja
Kadiri.
Prasasti Mula Malurung atas nama
Kertanagara tahun
1255, menyebutkan kalau pendiri Kerajaan Tumapel adalah
Bhatara Siwa. Mungkin nama ini adalah gelar anumerta dari Ranggah Rajasa, karena dalam
Nagarakretagama arwah pendiri kerajaan Tumapel tersebut dipuja sebagai
Siwa. Selain itu,
Pararaton juga menyebutkan bahwa, sebelum maju perang melawan
Kadiri,
Ken Arok lebih dulu menggunakan julukan Bhatara Siwa.
Silsilah Wangsa Rajasa
Silsilah Wangsa Rajasa dari sumber prasasti dan naskah kepujanggaan
Silsilah wangsa Rajasa, keluarga penguasa
Singhasari dan Majapahit. Penguasa ditandai dengan blok warna dalam gambar ini.
[1]
Wangsa Rajasa yang didirikan oleh Ken Arok. Keluarga kerajaan ini menjadi penguasa Singhasari, dan berlanjut pada kerajaan
Majapahit. Terdapat perbedaan antara
Pararaton dan
Nagarakretagama dalam menyebutkan urutan raja-raja Singhasari.
Kisah suksesi raja-raja Tumapel versi
Pararaton diwarnai pertumpahan darah yang dilatari balas dendam.
Ken Arok mati dibunuh
Anusapati (anak tirinya).
Anusapati mati dibunuh
Tohjaya (anak
Ken Arok dari selir).
Tohjaya mati akibat pemberontakan
Ranggawuni (anak
Anusapati). Hanya
Ranggawuni yang digantikan
Kertanagara (putranya) secara damai. Sementara itu versi
Nagarakretagama tidak menyebutkan adanya pembunuhan antara raja pengganti terhadap raja sebelumnya. Hal ini dapat dimaklumi karena
Nagarakretagama adalah
kitab pujian untuk
Hayam Wuruk raja
Majapahit. Peristiwa berdarah yang menimpa leluhur
Hayam Wuruk tersebut dianggap sebagai aib.
Di antara para raja di atas hanya
Wisnuwardhana dan
Kertanagara saja yang didapati menerbitkan
prasasti sebagai bukti kesejarahan mereka. Dalam
Prasasti Mula Malurung (yang dikeluarkan
Kertanagara atas perintah
Wisnuwardhana) ternyata menyebut
Tohjaya sebagai raja
Kadiri, bukan raja Tumapel. Hal ini memperkuat kebenaran berita dalam
Nagarakretagama. Prasasti tersebut dikeluarkan oleh
Kertanagara tahun
1255 selaku raja bawahan di
Kadiri. Dengan demikian, pemberitaan kalau
Kertanagara naik takhta tahun
1254 dapat diperdebatkan. Kemungkinannya adalah bahwa
Kertanagara menjadi raja muda di
Kadiri dahulu, baru pada tahun
1268 ia bertakhta di Singhasari. Diagram silsilah di samping ini adalah urutan penguasa dari Wangsa Rajasa, yang bersumber dari
Pararaton.
Prasasti Mula Malurung
Mandala Amoghapāśa dari masa Singhasari (abad ke-13), perunggu, 22.5 x 14 cm. Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
Penemuan
prasasti Mula Malurung memberikan pandangan lain yang berbeda dengan versi
Pararaton yang selama ini dikenal mengenai sejarah Tumapel.
Kerajaan Tumapel disebutkan didirikan oleh Rajasa yang dijuluki "Bhatara Siwa", setelah menaklukkan
Kadiri. Sepeninggalnya, kerajaan terpecah menjadi dua, Tumapel dipimpin
Anusapati sedangkan
Kadiri dipimpin Bhatara Parameswara (alias
Mahisa Wonga Teleng). Parameswara digantikan oleh
Guningbhaya, kemudian
Tohjaya. Sementara itu,
Anusapati digantikan oleh Seminingrat yang bergelar
Wisnuwardhana.
Prasasti Mula Malurung juga menyebutkan bahwa sepeninggal
Tohjaya, Kerajaan Tumapel dan
Kadiri dipersatukan kembali oleh Seminingrat.
Kadiri kemudian menjadi kerajaan bawahan yang dipimpin oleh putranya, yaitu
Kertanagara.
Pemerintahan bersama
Pararaton dan
Nagarakretagama menyebutkan adanya pemerintahan bersama antara
Wisnuwardhana dan
Narasingamurti. Dalam
Pararaton disebutkan nama asli
Narasingamurti adalah
Mahisa Campaka.
Apabila kisah kudeta berdarah dalam
Pararaton
benar-benar terjadi, maka dapat dipahami maksud dari pemerintahan
bersama ini adalah suatu upaya rekonsiliasi antara kedua kelompok yang
bersaing.
Wisnuwardhana merupakan cucu
Tunggul Ametung sedangkan
Narasingamurti adalah cucu
Ken Arok.
Kejayaan
Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (
1272 -
1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar
Jawa. Pada tahun
1275 ia mengirim pasukan
Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan
Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa
Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah
Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari
Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari
Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.
Pada tahun
1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan
Bali. Pada tahun
1289 Kaisar
Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta agar
Jawa mengakui kedaulatan
Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh
Kertanagara.
Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di luar
Jawa pada masa
Kertanagara antara lain,
Melayu,
Bali,
Pahang,
Gurun, dan
Bakulapura.
Keruntuhan
Candi Singhasari dibangun sebagai tempat pemuliaan
Kertanegara, raja terakhir Singhasari.
Kerajaan Singhasari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar
Jawa akhirnya mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun
1292 terjadi pemberontakan
Jayakatwang bupati
Gelanggelang, yang merupakan sepupu, sekaligus ipar, sekaligus besan dari
Kertanagara sendiri. Dalam serangan itu
Kertanagara mati terbunuh.
Setelah runtuhnya Singhasari,
Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu kota baru di
Kadiri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singhasari pun berakhir.
Hubungan dengan Majapahit
Pararaton,
Nagarakretagama, dan
prasasti Kudadu mengisahkan
Raden Wijaya cucu
Narasingamurti yang menjadi menantu
Kertanagara lolos dari maut. Berkat bantuan
Aria Wiraraja (penentang politik
Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh
Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa
Majapahit.
Pada tahun
1293 datang pasukan Mongol yang dipimpin
Ike Mese untuk menaklukkan
Jawa. Mereka dimanfaatkan
Raden Wijaya untuk mengalahkan
Jayakatwang di
Kadiri. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa.
Raden Wijaya kemudian mendirikan
Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan Singhasari, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh
Ken Arok.